Minggu, 19 Juni 2016

Rajuknya Pada Tuannya

Sajakku hilang 'tika jari-jari ini hengkang
Keangkuhan membuat pena ini tak lagi ingin lekat
"Engkau berang?" Tanyaku padanya
Hening tanda iya pungkasku

Kebengahan sang tuan menbawa hampanya sendiri
Ibarat kidung tak meniatkan diri menurutkan nada
Petir melawan kodratnya menemani sang mendung
Serta matahari yang lebih memilih bersinar saat malam
Hilang jauharku kini

Kecewa iya jawabnya
Ketika sang tuan enggan lagi memelukkan jemarinya
Aku malu
Malu aku akan kebungkamanmu
Tapi, rajuk itu yang memang aku mahui
Kemarahannya seakan isyarat buatku untuk memeluknya lagi




Selasa, 26 April 2016

Tuhan Sahabat Sejati

Sahabat....
Tak selalu mengerti perasaanku tentang apa yang aku rasakan ketika salah satu mereka sedang asyik dengan halnya bersama seorang penyusup yang berusaha masuk ke dalam relung persahabatan telah terbingkai ini.
Tak kusalahkan sesiapa di sini. Namun hanya rasa kecewa sedikir berlebih 'tika kau asyik dengan penyusup gatal itu. 'ku hampir menangis melihat yang lain tidak sepertimu namun kau begitu kejam memamerkam segala apa yang membuatmu bahagia tapi hati seorang sahabat merasa menanggung maut batin tergores oleh pisau berkarat yang kau guratkan ke hati.
Berlebihan.....
Memang iya.. memang aku berlebihan. berlebihan menyayangi kalian hingga aku terlena jika tak selamanya sahabat paham atas apa yang kita pikirkan. Aku memang cengeng, cengeng dalam segala hal yang membuat aku merasa tak pantas lagi untuk dijadikan sahabat.
Sanggup...
Menang aku terlihat sanggup ketika sang penyusup masuk secara langsung menodai, mecoreng arang, menyampah, merusak kebahagiaan ini. Sangat sangup kututup luka ditengah kalian. Sanggup aku menghilangkan noda sang penyusup lewat candaan serta gurauanku. tapi di mana perasaanmu wahai penyusup melihat sahabat dari seseorang yang mungkin kau cintai merasa terganggu atas kedatanganmu ke dalam hidup kami?
Sangat berlebihan...
Biar... biar semua orang tahu aku tak punya sahabat sejak lahir. Tak punya sahabat hingga kini yang mampu mengerti kalau aku sepi. Kalau aku hidup tanpa saudara kandung di dunia ini. sangat ingin kurasakan hal indah punya saudar tempat berbagi kisah dan cerita, dapat aku berbagi suka dan dukaku. Setelah duka tak punya saudara selesai kulanjutkan mencari kalian sahabat. Yang kuharap kalian bisa kujadikan tempat berbagi kisah dan cerita. Namun apa jadinya. kalian juga malah menambah duka secara tidak langsung kepadaku. Inilah mungkin sebab musabab keluarnya jiwa individualisku. 
Sabar...
Memang ini kuncinya.sabar akan keadaan yang memang Tuhan beri untukku. Sabar atas orang-orang yang aku tak tahu tulus tidaknya berjalan bersamaku.. 
Labuhkan dirimu padaNya......
Mungkin ini tepat agar hati senantiasa bersih dari pikiran kotor, tepat bagi melanjutkan perjuangan bersama di jalan yang baik.

Kelak aku akan sendiri jua..
Di alam yang telah Ia pilihkan bagiku.

Sabtu, 23 April 2016

Nasib Sang Idealis

Keras jiwa semangat terbakar 
Teguh mantap jalan tegak mendongak
Wibawa bukanlah kesombongan
Dahi pun berkerut kala beradu argumen

Sebarang hal yang tak kena akal sehat dibantahnya
Perkiraan demi perkiraan kala tak sesuai kaidah makianlah jawabnya
Apa yang orang pikirkan tentang menurut saja bila ingin aman dia tak suka itu
Diam dalam ancaman tanda kalah ujarnya
Atau melawan tanda bijaksana?

Tetapi tak selamanya rambutan berbuah manis
Tak selamanya si bengah aman akan ancaman
Tak selamanya pisau mengiris bawang
Tak selamanya sahabat akan baik
Selalu ada gonggongan anjing kelaparan 
Selalu ada rayap haus akan kayu
Sang idealis tetap dibenci walau benar jalannya